Dr Tri Palupi Robustin SE,MM  *)

Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Artinya, pendidikan membentuk karakter dan nilai kemanusiaan. Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia sesuai kodratnya, dengan menanamkan nilai-nilai moral, budaya, dan kebebasan berpikir untuk kehidupan yang harmonis.

Pendidikan tidak hanya soal belajar di sekolah dan di bangku kuliah, nilai akademik yang baik, namun pendidikan sejatinya dapat membentuk karakter seseorang yang berbudi luhur. Fakta pendidikan saat ini sangat memprihatinkan, misalnya semakin canggihnya teknologi namun semakin miskin etika. Di Indonesia misalnya, banyak kasus-kasus yang mencoreng makna pendidikan sesungguhnya. Guru yang seharusnya digugu lan ditiru justru banyak mewariskan keburukan pada anak didik, sehingga salah satunya lahirlah orang-orang pintar justru memanfaatkan kepintarannya untuk bertindak yang tidak baik.

Pendidikan pertama di mulai dari keluarga, di sini peran orang tua membentuk karakter anak. Ibaratnya mau di cat putih atau hitam tergantung kedua orang tua. Nilai-nilai seperti kejujuran, kasih sayang, kedisiplinan, tanggung jawab, dan sopan santun pertama kali ditanamkan dalam keluarga. Ini adalah fondasi bagi pendidikan di tahap selanjutnya. Seperti yang tekankan oleh Ki Hajar Dewantara Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah.” Artinya, pendidikan sejati tidak hanya di sekolah formal, tetapi dimulai dari rumah sebagai tempat pertama anak belajar kehidupan.

Pendidikan yang kedua selanjutnya di sekolah, di mana seorang guru bukan hanya penyampai materi, tetapi juga pembimbing, motivator, dan teladan dalam perilaku. Ki Hajar Dewantara menyebutkan peran guru dengan semboyan:”Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani Artinya, di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberi dorongan. Pendidik yang baik akan menghasilkan generasi yang berkualitas, generasi yang berkualitas akan berdampak pada kesejahteraan bangsa.

Pendidikan yang ketiga adalah di masyarakat. Pendidikan di masyarakat melengkapi pendidikan keluarga dan sekolah. Ia membentuk individu menjadi bagian dari komunitas yang sadar, peduli, dan berkontribusi pada kehidupan bersama. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia yang lain, sehingga perlu sosialisasi. Jika pendidikan di masyarakat berhasil maka tercipta kerukunan dan ketentraman.

Di era globalisasi dan perkembangan teknologi informasi, tantangan dalam membentuk budi pekerti yang luhur semakin kompleks. Namun, melalui pendidikan yang berfokus pada nilai-nilai moral dan karakter, diharapkan dapat menciptakan generasi yang tidak hanya unggul dalam pengetahuan, tetapi juga dalam akhlak.​ Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan sebagai penumbuh budi pekerti yang luhur sangat relevan untuk diterapkan dalam konteks pendidikan masa kini. Dengan menekankan pada pembentukan karakter dan moral, pendidikan dapat menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki akhlak yang baik dan dapat berkontribusi positif bagi masyarakat.

Sebagai pendidik saya sangat mengapresiasi prinsip-prinsip pendidikan yang di cetuskan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Dalam setiap pengajaran saya berharap bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anak didik, supaya mereka menjadi generasi yang tidak hanya pandai atau pintar secara teori namun juga memiliki budi pekerti yang baik sehingga akan berdampak pada masa depan bangsa.

Sebagai penutup, pendidikan sebagai penumbuh budi pekerti yang luhur adalah investasi jangka panjang bagi bangsa. Dengan menanamkan nilai-nilai moral sejak dini, kita membangun fondasi yang kokoh untuk masa depan yang lebih baik.

*) Dr Tri Palupi Robustin SE,MM, Dosen Pasca Sarjana Institut Teknologi dan Bisnis Widya Gama Lumajang