Zainul Hiayat, SE. MM  *)

 Tahun 2021  Martoyo, masih menjabat Kepala SDN di Supit Urang   02 Supit Urang, kecamatan  Pronojiwo Kab Lumajang. Tanggal 4 Desember  tahun itu  masih terekam dengan kuat di benak dan pikirannya. Pagi itu,  tampak langit di sekitar sekolah mendung dan semakin lama semakin hitam pekat. ‘’Saya melihat ini tanda-tanda alam yang  tidak nyaman, sekitar jam 9 pagi  siswa-siswi  langsung saya pulangkan,’’ kenang Martoyo. Instuisi Martoyo membaca sesuatu  yang tidak wajar  tentang kondisi alam. ‘’ Benar, pada sore harinya  gunung Semeru Erupsi  hebat,’’ tambahnya dengan mata berkaca-kaca.

Bagi Martoyo berkeputusan  memulangkan  anak didiknya lebih awal  bukanlah sesuatu yang luar biasa. Baginya keselamatan anak didik merupakan hal yang prioritas. SDN ini tercatat masuk  KRB (Kawasan Rawan  Bencana) dengan status  zona merah.  Terletak  sekitar 750 meter dari Curah Koboan yang merupakan salah satu  aliran  gunung Semeru  dan sepuluh kilo meter  dari kawasan puncak gunung tertinggi di pulau  Jawa ini.

Dampak awan panas dan guguran erupsi Gunung Semeru yang melanda Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur pada 4 Desember 2021, mengakibatkan satu sekolah rusak berat, lima rusak sedang, dan 19 terdampak debu, sebanyak 3.398 siswa dan 262 guru mengungsi, dan 6 siswa meninggal (data per 18 Desember 2021).

Ilustrasi  di atas seolah membuka mata dampak  hebat dari  bencana alam bukan hanya  erupsi gunung tertinggi di pulau Jawa ini namun juga seantero nusantara.  Bukan hanya ancaman korban jiwa dan benda namun juga terhadap kelangsungan  pendidikan yang berada di wilayah  kawasan rawan bencana. Ada ribuan anak didik yang tidak  bisa menikmati  hak pendidikan secara normal. Belum lagi  dampak psikologis  baik bagi   anak didik maupun orang tuanya.

Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan tentunya tidak boleh berdiam diri. Sudah waktunya untuk terus melakukan langkah-langkah  strategis dan cepat tanggap  agar tetap mampu melaksanakan pendidikan khususnya di daerah  rawan bencana. Meski demikian,  tidak bijak manakala  hanya menggantungkan  pihak sekolah untuk berbenah tanpa dukungan dari pihak-pihak lain.

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Dari Bencana menyebutkan berbagai pemangku kepentingan  dengan peran masing-masing, diantaranya, (1) Peserta Didik, melembagakan aktivitas pengurangan risiko bencana (2) Orang Tua, membantu menyebarluaskan penerapan Sekolah/Madrasah aman (3) Pendidik dan Professional Lain, melakukan usaha-usaha terencana guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif dalam penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana secara nonstruktural (4) Komite Sekolah /Madrasah, melakukan pemantauan, pemeriksaan kelayakan gedung, pemeliharaan dan perawatan gedung (5) Peran Organisasi Non Pemerintah, Nasional, Internasional, membantu sekolah/madrasah dalam melakukan upaya pengurangan risiko bencana termasuk anak didik berkebutuhan khusus (6) Peran Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, menyediakan pedoman dan petunjuk teknis yang diperlukan oleh sekolah/madrasah dalam penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana secara struktural dan non-struktural. dan (7) Peran Media Massa, sebagai alat kontrol dalam penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana.

Beberapa yang perlu memperoleh perhatian  dan langkah-langkah  yang mendesak dilakukan agar ikhtiar  bersama untuk mewujudkan  sekolah ramah bencana bagi sekolah-sekolah yang  berada pada kawasan rawan bencana. Pertama, identifikasi  sekolah.  Memastikan keberadaan sekolah yang ada di Kawasan Rawan  sudah  tercatat dengan baik. Mulai dari kondisi  gedung, anak didik  sampai dengan alternatif daerah pengungsian yang aman dan nyaman bagi anak didik   untuk tetap memperoleh pendidikan.  Kedua, literasi.   Terus melakukan literasi pentingnya pengetahuan terhadap bencana alam  pada seluruh jenjang  pendidikan di daerah rawan bencana. Bisa melalui  sosialisasi  berbagai media mulai dialog, poster, kartu bergambar dan komik. Ketiga, simulasi. Mendekatkan   pemangku  kepentingan di bidang pendidikan , peserta didik  khususnya terhadap situasi dan kondisi bencana sesungguhnya patut memperoleh perhatian. Mulai pengenalan tanda-tanda bencana, langkah yang perlu dilakukan sampai dengan  penanganan healing dan tips adaptasi pada saat berada di lokasi pengungsian.  Keempat, sinergi dan koordinasi  antar pemangku kepentingan menjadi hal mutlak.  Untuk itu  diskusi dan sharing secara intens  menjadi wajib.  Termasuk menjalankan peran masing-masing. Sehingga overlapping   terhadap tugas di lapangan sedini mungkin bisa dieliminir. Moment paling krusial adalah ketika ada bencana  terjadi, sampai dengan recovery berlangsung.  Kelima, integrasi muatan pendidikan kebencanaan. Perlu  memberikan tempat   di kurikulum  dengan muatan pendidikan kebencanaan sesuai dengan kondisi di daeraah-daerah rawan bencana.  Tentu dengan harapan,  elemen-elemen pendidikan   terus terbiasa dan terpola dalam menghadapi bencana alam.

Pada  tataran implementasi penerapan  sekolah  di kawasan bencana tentu tidak bisa  berlangsung  layaknya pendidikan di luar lokasi bencana.  Ada berbagai anomali karena harus berhadapan dengan situasi dan kondisi alam yang penuh ketidakpastian. Maka pengecualian dan diskresi di lapangan perlu menjadi pertimbangan  dan perhatian bagi piranti pemangku kepentingan.  Baik dari sisi tempat, waktu, tenaga guru  maupun kurikulum maupun evaluasi bagi anak didiknya. Semua piranti ini  harus segera beradaptasi  secara cepat dan tepat, dengan menjunjung  semangat pendidikan untuk  semua termasuk anak penyintas bencana.

Pada Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) 2025 pemerintah  telah menetapkan tema “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua”. Sekolah Ramah Bencana adalah wujud dari Partisipasi Semesta dalam pendidikan, di mana berbagai pihak bersama-sama menciptakan kebijakan yang berkelanjutan untuk memastikan pendidikan tetap berjalan dalam segala situasi. Dengan keterlibatan luas dari berbagai elemen, tujuan menciptakan pendidikan yang bermutu untuk semua dapat tercapai, termasuk bagi pendidikan di Kawasan Rawan Bencana.

*) Zainul Hidayat, Dosen Institut Teknologi dan Bisnis   Widya Gama Lumajang dan Dosen Pembimbing Lapangan  Kampus Mengajar Angkatan 03 di SDN 02 Supit Urang, Pronijwo, Lumajang