Malam pergantian Tahun Baru Masehi kerap kali dirayakan dan menjadi sebuah tradisi global sejak abad 20 bersamaan dengan modernisasi dan globalisasi. Saya hingga saat ini tidak menemukan alasan kenapa pergantian Tahun Baru Masehi barus dirayakan. Tradisi ini esensinya adalah pencampuran antara unsur budaya dan agama yang saat ini dikemas dengan komersialisasi. Tentu saja bukan Budaya Indonesia dan bukan Agama Islam. Namun kenyataannya berbagai lapisan masayarakat sepakat untuk merayakan malam pergantian tahun masehi ini dengan berbagai perayaan, dari yang paling sederhana hingga yang mewah, dari yang hanya merayakan dengan teman, keluarga ataupun beramai-ramai dengan masyarakat luas.
Sejarah tentang asal usul perayaan Tahun Baru Masehi ini telah banyak beredar dan telah banyak diketahui masyarakat. Namun hiruk pikuk dan meriahnya perayaan dengan berbagai event telah menjadi daya tarik tersendiri. Pihak-pihak yang kontra dengan perayaan semacam ini mencoba mengalihkan dengan versi lain, tetapi apapun itu tetap saja bertajuk pergantian Tahun Baru Masehi.
Lalu apa sebenarnya makna pergantian Tahun Baru Masehi ini?
Penetapan 1 Januari sebagai awal Tahun Masehi memiliki sejarah panjang, yang berkaitan dengan kalender bangsa Romawi kuno. Kalender awal Romawi menjadi cikal bakal kalender Masehi. Penetapan 1 Januari sebagai awal tahun tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan ilmiah, tetapi sebagai penghormatan kepada Dewa Janus, dewa bangsa Romawi. Kalender awal Romawi pertama kali digunakan oleh Romulus, pendiri Roma. Kalender ini terdiri dari 10 bulan dan 304 hari. Pada abad ke-8 SM, Numa Pompilius menambahkan dua bulan baru, yaitu Januari (Januarius) dan Februari (Februarius), sehingga kalender Romawi terdiri dari 12 bulan (Detik.com)
Maka pergantian tahun hanyalah tentang waktu. Banyak hal yang perlu menjadi catatan pada setiap bingkai tahun yang nantinya dapat digunakan sebagai base line dan mengukur apa yang sudah dicapai. Kilas balik dalam hitungan 12 bulan bisa dilakukan dengan mengingat kembali rangkaian kegiatan, perjalanan, kejadian dan berbagai drama dalam kehidupan masing-masing.
Saat ini tentu sangat mudah menemukan rangkaian kegiatan yang tersimpan dalam foto pada berbagai aplikasi. Melihatnya kembali dan mencatat moment-moment istimewa akan sangat menyenangkan. Beberapa hal mungkin akan menjadi kenangan yang membawa senyum, tawa kita mungkin sama seperti ketika moment itu tercipta. Sedangkan hal-hal buruk pada beberapa kejadian akan menjadi pengingat untuk tidak terulang kembali.
Kita akan menemukan beberapa catatan yang mungkin sudah selesai atau harus selesai, sementara beberapa hal masih harus dituntaskan tahun depan. Catatan ini untuk mengukur dan membandingkan diri kita kemarin dan hari ini. Hari ini dan esok. Terlihat sederhana, namun jika tidak dilakukan maka tidak akan ada sesuatu yang ditemukan. Kalaideskop dalam bentuk foto dan video sedah banyak dibuat, namun apakah moment-moment tersebut sudah dibaca dengan baik? Entahlah.
Mari dengan bijak kita menyikapi resolusi tahunan ini untuk hal-hal yang lebih bermakna. Memulai dari diri sendiri. Lalu mengajak orang-orang terdeka dan menularkan kepada yang lain. Kilas balik ini memang tidak harus dilakukan pada malam pergantian tahun, namun setidaknya semoga akan merubah cara pandang dan cara pikir menjadi lebih positif. Hingga suatu saat pergantian Tahun Baru Masehi menemukan maknanya dan bukan sebuah perayaan.
Di negara Skandinavia, masyarakat menyajikan puding nasi dengan kacang almond yang disembunyikan di dalamnya. Mereka percaya bahwa siapa pun yang menemukan kacang almond terlebih dahulu akan mendapatkan keberuntungan sepanjang tahun. Kita bisa menemukan kacang almont tersebut pada tumpukan catatan penting sepanjang tahun dan menemukan keberuntungannya di tahun mendatang. Insyaallah.. (Dr. Ratna Wijayanti Daniar Paramita, SE, MM, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Widya Gama Lumajang)
Leave A Comment