Oleh : Zainul Hidayat  – Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Widya Gama Lumajang 

Perkembangan  tekhnologi relatif cepat telah menggeser berbagai sisi kehidupan masyarakat.  Bukan  hanya  sisi sosial kultur, denyut nadi ekonomi keseharian juga terimbas. Serasa kemarin lusa transaksi  pembayaran  kegiatan ekonomi masih  berlangsung secara manual dan  face to face kini sudah bergeser dengan transaksi digital melalui ATM tanpa perlu bertatap muka  dengan penerima.

Waktu terus berjalan,  kini bukan lagi  transfer pembayaran via ATM namun terus bergeser lagi melalui perangkat    HandPhone.  Ini menjadi lebih fleksibel lagi, transaksi bisa dilakukan   di mana dan kapan saja. Tawaran kemudahan dengan perangkat  sederhana  terus  mengiringi  aktivitas ekonomi di tengah – tengah masyarakat.  Masyarakat secara umum    menyambut hangat dan dengan gegap gempita mengikuti kemajuann  tekhnologi ini.

Narasi ini  merupakan  diskripsi riil  dari warga  yang melek ekonomi dan adaptif terhadap perubahan. Menurut Bank Dunia, masyarakat melek ekonomi adalah masyarakat yang memiliki kemampuan untuk membuat keputusan ekonomi yang tepat dan efektif dalam mengelola keuangan mereka sendiri. OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) mengungkapkan adaptif ekonomi adalah kemampuan untuk menghadapi perubahan-perubahan ekonomi dan memanfaatkan peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Termasuk di dalamnya kemampuan  mengadaptasi teknologi baru.

SNLIK (Survey Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan)  tahun 2024 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap Indeks Literasi Keuangan  mencapai 65,43%. Artunya 65,43 % penduduk Indonesia memiliki pemahaman yang baik tentang konsep keuangan dasar, seperti pengelolaan keuangan, investasi, dan risiko keuangan. Indeks Inklusi Keuangan menyebutkan 75,02% penduduk Indonesia telah menggunakan jasa keuangan formal, seperti perbankan, asuransi, dan investasi.

Sedangkan untuk Literasi Keuangan Syariah menyatakan: 39,11% penduduk Indonesia memahami konsep keuangan syariah, seperti prinsip-prinsip syariah dalam perbankan dan investasi. Untuk Inklusi Keuangan Syariah  menyatakan 12,88%  penduduk Indonesia telah menggunakan jasa keuangan syariah. Survei ini menunjukkan masih ada ruang untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia, terutama dalam hal keuangan syariah.

Secara makro, literasi dan inklusi  secara nasional ini   masih jauh dibandingkan dengan negara-negara di  kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Monetary Authority of Singapore 2019, negara ini mencatat  Indeks Literasi Keuangan sebesar 81 % pada tahun 2019: Sedangkan  untuk Indeka Inklusi  Keuangan negeri ini mencapai 98 % pada tahun yang sama.  Untuk Malaysia, Literasi Keuangan Syariah menurut Survey Bank Negara Malaysia  tahun 2000 mencapai : 65%, Sedangkan untuk Inklusi  Keuangan Syariah  masih menurut survey ini, negeri jiran ini   menembus 65 % pada tahun yang sama.  Secara kasat mata  ada disparitas literasi di Indonesia dengan negara-negara tetangga. Artinya  capaian  Indonesia saat ini untuk berbagai indeks literasi ini  tertinggal jauh, karena negara-negara dalam  kawasan  yang sama sudah lebih dulu mencapainya.

Realitas ini memang tak terelakan dan amat disayangkan.  Ini tentu  memerlukan respon dan aktivitas konkret. Berdasarkan data dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025, beberapa kelompok masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian lebih dalam peningkatan literasi dan inklusi keuangan adalah, (1) Kelompok masyarakat dengan pendidikan rendah, (2) Kelompok masyarakat di daerah pedesaan, (3) Kelompok masyarakat dengan umur 15-17 tahun dan 51-79 tahun, (4) Kelompok masyarakat yang tidak/belum bekerja.

Tiada waktu lagi untuk berdiam diri,  perlu melakukan  berbagai aksi  nyata untuk  mengejar ketertinggalan. Hal ini sebagai salah satu ikhtiar untuk menuju masyarakat lebih melek lagi dan beradaptasi terhadap perubahan  yang ada  khususnya  keuangan dan bidang ekonomi  umumya. Oleh karena itu, kolaborasi antara unsur-unsur penting dalam masyarakat, yaitu pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media, atau yang dikenal sebagai Pentahelix, menjadi sangat penting utamanya   dalam meningkatkan kesadaran ekonomi masyarakat  yang adaptif terhadap perubahan.

Kolaborasi Pentahelix dapat menjadi kunci utama dalam mewujudkan warga melek ekonomi yang cerdas dan  adaptif terhadap perubahan  dan berdaya saing. Masing-masing unsur harus berkolaborasi sesuai dengan  tugasnya, antara lain. Yaitu,  Pertama,  pemerintah,   dengan menyediakan infrastruktur ekonomi yang memadai, menyusun kebijakan ekonomi inklusif dan membuat kebijakan yang mendukung literasi ekonomi, seperti memasukkan pendidikan ekonomi dasar dalam kurikulum sejak dini. Kedua, pelaku usaha / swasta/bisnis, menyelenggarakan program CSR yang fokus pada peningkatan literasi ekonomi dan pelatihan keterampilan kerja dan mendorong inovasi ekonomi digital yang inklusif dan memberdayakan

Ketiga, akademisi, melakukan riset terapan untuk memahami tingkat literasi ekonomi masyarakat dan kebutuhannya. mengembangkan modul atau kurikulum literasi ekonomi yang relevan dan mudah dipahami oleh masyarakat umum dan menyelenggarakan pengabdian masyarakat dalam bentuk pelatihan ekonomi, keuangan, dan adaptasi digital.  Keempat, masyarakat / komunitas, meningkatkan kesadaran literasi keuangan, mendorong partisipasi aktif masyarakat dan membangun ekosistem ekonomi berbasis gotong royong.

Dan, kelima, mengawasi kebijakan ekonomi dan memberikan edukasi, melawan hoaks ekonomi dan informasi menyesatkan, terutama dalam isu investasi dan digitalisasi, menjadi kanal penyebaran informasi program-program literasi ekonomi dari unsur lainnya, menyebarkan informasi ekonomi yang mudah dipahami dan mengangkat cerita sukses dan tantangan warga dalam membangun ketahanan ekonomi, untuk memotivasi dan menyebarkan inspirasi

Guna mendorong optimalisasi dalam  implementasi.   maka masing-masing unsur  harus melaksanakan secara TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif). Dalam arti Terstruktur, kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, masyarakat, dan media memiliki struktur yang jelas dan terdefinisi dengan baik. Ini termasuk memiliki tujuan yang spesifik, sasaran yang jelas, dan rencana aksi yang terperinci untuk meningkatkan kesadaran ekonomi dan adaptabilitas warga.

Sistematis,  kolaborasi Pentahelix dilaksanakan dengan menggunakan metode dan prosedur yang sistematis dan konsisten. Ini termasuk memiliki sistem monitoring dan evaluasi yang baik untuk memastikan bahwa kolaborasi tersebut berjalan sesuai dengan rencana dan mencapai tujuan yang diinginkan.

Masif, kolaborasi Pentahelix memiliki dampak yang luas dan signifikan pada masyarakat. Ini dapat berarti bahwa kolaborasi tersebut menjangkau banyak orang, memiliki dampak yang besar pada perekonomian, atau memiliki hasil yang signifikan dalam meningkatkan kesadaran ekonomi dan adaptabilitas masyarakat.

Keberhasilan penerapan Pentahelix dalam literasi ekonomi bergantung pada sinergi dan komitmen seluruh pihak dalam menjamin keberlanjutan program edukasi, memperluas akses keuangan, serta menerapkan kebijakan ekonomi yang inklusif. Ketika setiap unsur Pentahelix bekerja secara selaras dengan visi yang sejalan, transformasi menuju masyarakat yang lebih melek ekonomi dan adaptif terhadap tantangan global akan semakin nyata.