Adakah yang kita dapatkan dari Maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini ? Bulan Rabi’ul Awal (1444) atau Bulan Oktober 2022 merupakan bulan yang istimewa bagi umat Islam.  Masih terasa aroma dan semangat umat dalam merayakan maulid Nabi Muhammad SAW. Maulid adalah wahana mengingat Rasulullah SAW dengan berbagai manifestasinya. Perayaan adalah casing, kegiatan keagamaan adalah cara pendekatan. Maka pemahaman makna maulid adalah intisari dari semua aktivitas. Maulid adalah wahana bermuhasabah. Terwjudnya perubahan sikap dan perilaku menuju yang lebih baik dari tahun sebelumnya adalah esensi dari Maulid Nabi Muhammad SAW.

Kita maklumi bersama bahwa Maulid Nabi dirayakan secara luas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, banyak tradisi budaya yang mempengaruhi peringatan ini. Ada dua pendapat yang mengemukakan awal mula munculnya tradisi Maulid, yang pertama kali dipegang oleh Khalifah Mu’iz li Dinillah, dan pada masa Sultan Salahuddin al-Ayyubi. Setiap tanggal 12 Rabi’ul Awal dalam penanggalan Hijriyah, di seluruh dunia yang berpenduduk mayoritas Muslim diperingati Maulid nabi.

Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu dalam semua ucapan dan perilakunya, baik pada masa damai maupun perang. Namun, keteladan itu hanya berlaku bagi orang yang hanya mengharap rahmat Allah, tidak berharap dunia, dan berharap hari Kiamat sebagai hari pembalasan; dan berlaku pula bagi orang yang banyak mengingat Allah karena dengan begitu seseorang bisa kuat meneladani beliau. Hal ini telah diterangkan didalam QS. Al-Ahzab : 21 yang artinya “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. Menjadi jelas bagi kita bahwa cara berpikir dan cara berbuat (lifestyle) Rasulullah SAW adalah panduan nilai-nilai bagi muslim.

Maulid hendaknya menjadi sarana peneguh bahwa Rasulullah SAW memiliki akhlak yang sangat agung dan sangat terpuji yang patut menjadi teladan untuk umatnya, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah : wa innaka la’alaa khuluqin ‘azhiim artinya “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar, berbudi pekerti yang luhur” (QS. Al-Qalam:4). Maka peringatan Maulid akan sangat strategis dalam konsep pengembangan sumber daya manusia manakala pemahaman makna atas hikmah maulid lebih menguat dibanding aktivitas fisiknya dalam peringatan. Hal mana sesuai dengan metode dakwah Rasulullah yaitu : membaca Al Qur’an, pembangunan karakter, meningkatkan pengetahuan, dan kearifan-wisdom.

Berkaitan dengan semangat menuntut ilmu pengetahuan dan Iptek terdapat sebuah hadist yang berbunyi ‘Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China” –seandainya hadits ini shohih- maka corenya adalah untuk tujuan memberikan motivasi dalam menuntut ilmu walaupun sangat jauh tempatnya. Sehingga nilai yang bisa diambil bagi para penstudi adalah tidak malas dan selalu semangat menuntut ilmu karena Allah SWT sehingga keberkahan ilmu akan didapat. Bukankah karakter malas itu salah satu karakter buruk yang harus dihindari ? (Prof. Alatas).

Sejarah panjang perjuangan Rasulullah SAW dalam mengembangkan Islam telah menunjukkan sikap-sikap yang luar biasa, diantaranya selalu memberikan contoh untuk sungguh-sungguh dalam menjalankan segala hal serta mendapatkan gelar al-amin artinya seorang yang dapat dipercaya. Dua  sikap tersebut ternyata merupakan karakter yang luar biasa, namun kondisi sebaliknya justru akan menjadikan kita sebagai generasi yang sulit berkembang jika berkarakter “suka nerobos” bergaya instan (Prof. Koentjaraningrat) dan munafik yaitu tidak satunya kata dan perbuatan (Mochtar Lubis).

Surat An-Nahl ayat 78,  “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. Makna dari ayat ini adalah perlunya memberi pengetahuan kepada anak-anak dan generasi muda karena awalnya mereka memiliki keterbatasan pengetahuan. Bukankah knowledge is power? Maka kewajiban bagi orang tua untuk memberikan pendidikan yang memadai kepada anak-anaknya sesuai zamannya. Jika saat ini era insdustri 4.0 maka mendapatkan Pendidikan Sarjana (S1) merupakan salah satu keniscayaan yang harus ditempuh. Para orang tua hendaklah merasa khawatir meninggalkan  keturunan yang lemah. Lemah sumber daya manusianya, lemah agamanya, dan juga lemah akhlaknya. Era globalisasi sangatlah membahayakan bagi yang tidak benar-benar menyiapkan dirinya.

Berkaitan dengan handphone (HP) Taufiqurrahman bercerita, “Saya beberapa waktu lalu berkunjung ke Cina. Di sana, negara produsen HP dan android, anak-anak tidak boleh memegang HP. Mereka baru boleh memegang HP saat sudah kuliah. Di Indonesia, anak-anak balita sudah main HP.” Para mahasiswa kita saat mengikuti kuliah, tangannya lebih dekat ke HP dari pada buku/ referensi kuliah. Konsentrasinya pun banyak terlihat tidak fokus. Kemampuan analisanya cenderung lemah karena ketergantungan kepada HP. Ditambah lagi penyakit “phubbing” (Phone Snubbing) sulit dipungkiri. Urusan bicara dengan orang lain tanpa memainkan telepon genggam sepertinya menjadi hal yang sulit bagi kebanyakan orang, khususnya para generasi milenial. Hal ini tampak sepele namun lambat-laun akan menjadi habit dan selanjutnya menjadi behavior yang tidak baik dan dapat merugikan diri sendiri. Karena dalam proses ini terdapat etika dan tata cara pergaulan yang baik dan bentuk penghormatan kepada orang lain.

Rasulullah SAW adalah manusia paling sukses dalam memanaj pribadinya. Belaiu selalu menekankan kita harus selalu berhati-hati pada musuh terbesar umat manusia, yakni hawa nafsu sebagai musuh yang tidak pernah berdamai. Kitab Madzahib fît Tarbiyah menerangkan bahwa didalam diri setiap manusia sejak dilahirkan, terdapat naluri marah, naluri pengetahuan dan naluri sahwat. Dari ketiga naluri ini, yang paling sulit untuk dikendalikan dan dibersihkan adalah naluri Sahwat. Baik sahwat dalam arti “kamus”, maupun sahwat terhadap ekonomi dan kekuasaan. Ketika itu, manusia sifatnya cenderung lentur dan luntur sebagaimana dijelaskan dalam QS. al ‘Alaq:6-7 “ Kalla Innal Insaana Layabgho Aro’ahustaghna

Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia terdapat 4 sifat, 3 sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, satu sifat berpotensi mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan.

(1) sifat “Bahiimah” kebinatangan; tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu, (2) sifat “Sabu’iyaah” buas; tanda-tandanya banyaknya kezaliman dan sedikit keadilan. Yang kuat selalu menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar, (3) sifat “Syaithaniyah”; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang menjatuhkan martabat manusia.

Jika ketiga sifat ini lebih dominan atau lebih mewarnai sebuah masyarakat atau bangsa niscaya akan terjadi sebuah perubahan keadaan masyarakat yang sangat mengkhawatirkan. Dimana keadilan akan tergusur oleh kezaliman, sulit membedakan mana yang hibah mana yang suap, penguasa lupa akan tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, seluruh tempat akan dipenuhi oleh keburukan dan kebaikan menjadi sesuatu yang terasing, ketaatan akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan.

Akhirnya peradaban Islam yang kaya dengan budaya-budaya lokal yang diadopsi dan diselaraskan dengan nilai-nilai Islam, mewujudkan Maulid Nabi Muhammad yang dirayakan oleh umat Islam diseluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Semua apresiasi terhadap Maulid Nabi Muhammad SAW haruslah bermuara pada komitmen moral untuk dapat mengambil hikmah dari sebuah peringatan serta bersungguh-sungguh mengamalkan keteladanan Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semoga. ( Dr Muchamad Taufiq, S.H.,M.H.,CLMADosen Pancasila dan Kewarganegaraan ITB Widya Gama Lumajang, beralamat di  : [email protected])